Hari itu malam pukul 20:00. Dua jam setelah aku menyelesaikan tugas membuat kue pesanan dik Hasna tetangga baru. Belum ada sebulan dia tinggal, kecantikannya sudah menarik perhatian para tetangga disekitar rumah.
Tiba-tiba ada suara ketukan dari balik pintu belakang rumah. Terdengar suara isakan tangis dan memanggil-manggil namaku berulang kali.
"Suara siapa malam begini ketuk pintu dapur?" gumam ku dalam hati.
Saat kubuka pintu. astagfirullahal adzim.....
"Duh kenapa dengan tubuhmu? penuh dengan darah dan pukulan?" aku bergidik ngeri melihat bekas darah yang sudah mulai mengering dalam balutan hijab yang sering ku lihat rapi, kini berubah kusut dan sobekan kecil dari berbagai sudut. Tak bisa kubayangkan kejadian apa yang menimpa gadis secantik ini hingga dia mendapatkan perlakuan tak selayaknya.
"Mbk... sakit sekali, aku ... Suara rintihan sakit dan tangis itu... tiba-tiba hilang. brakk..... dia pingsan. Namun alhamdulillah aku bisa menangkapnya dalam dekapanku. Bingung, apa yang harus ku lakukan? sedangkan tubuhku ini sedang dalam masa perbaikan karena tabrakan sebulan yang lalu.
Setengah jam sudah dia pingsan, sampai kini dia belum juga sadarkan diri. ingin telfon dokter, apa ada dokter malam begini bersedia datang kerumah yang lumayan jauh dari kota. Dengan sedikit bekal waktu jadi petugas PMI dulu, aku coba membersihkan setiap bagian luka dan memberikan obat oles untuk luka memar dan goresan ditubuhnya.
"Mbk... "
"Na? kamu sudah sadar?"
"Mbk... tanganku sakit sekali, disini." sambil mengangkat tangannya yang penuh perjuangan dia gerakan.
"Dia menunjukan lengan sebelah kanan, saat ku buka, ya Rabbi... dik, memarnya parah sekali? kamu minum dan makan dulu saja ya? nanti saja ceritanya kalo badan kamu sudah lumayan enak untuk digerakan."
"Minum saja mbk. aku tidak apa-apa mbk, hatiku lebih sakit dari tubuhku ini"
"Segera ku ambilkan minum yang sudah kusiapkan di meja belajar yang sudah rapi ini. dik, ini air putih hangatnya. Oh ya kalo kamu mau tidur, besok saja ceritanya. Maaf tadi aku sedkit menyeret tubuhmu, karena aku tidak kuat membopong sendirian"
"Makasih mbk, sambil tersenyum kecil, dia berkata, mbk tolong temani aku, aku tidak berani tidur sendiri. Aku takut sekali."
Dan akhirnya kini dia bercerita ihwal kejadian yang menimpanya.
"Mbk, aku dipukul oleh ayah?"
"Beristigfarlah aku berkali-kali mendengar kata yang terucap? ayah mana yang tega memukul anak secantik dan shaleha ini hingga... ah... aku susah mengambarkan keadaan yang sangat memprihatinkan. Senyumnya kini mengembang, sedikit mulai dia bisa berbicara banyak."
"Ayah tidak setuju ketika aku ingin menikah dengan mas hasan mbk, sebab mas Hasan tidak sekaya lelaki yang akan dijodohkan untukku. Dia bilang aku anak tidak tau terima kasih, tidak tau diri, pembangkang, hanya menjadi beban karena tidak menurut keinginan orang tua. Apa aku salah mbk? salah ku dimana? tiba-tiba air matanya mulai berjatuhan."
"Hasan! Aku terkejut ketika nama Hasan disebut. Lelaki itu sangat baik, tinggi, tampan, dan berkulit sawo matang. Dia bukannya ustad TPQ Mufidah dikampung kita?
"Iya mbk"
"Aku menghela nafas sejenak. Dan kukatakan pada Hasna. Na, kamu tidak salah jika menolak dan memilih Hasan. Sebuah pernikahan tidak diukur dari segi materi saja. Hasan lelaki yang baik dan bertanggung jawab, meski tidak terlalu kaya, tapi dia pekerja keras dan suka membantu warga sekitar yang membutuhkan uluran tangan darinya."
"Mbk, mas Hasan seminggu yang lalu melamarku, sebenarnya kita sudah lama saling kenal. Dia ketua UKM (unit kegiatan mahasiswa) di kampusku yang dulu. Apa dia akan menerima aku? jika keadaanku sekarang penuh dengan luka?"
"Aku tidak menyangka jika Hasan melamar gadis ini. Banyak sekali yang mengajukan lamaran padanya. gumanku dalam hati. "Dik, insya Allah dia akan tetap menerimamu, sebab bukan cacat agama yang kamu miliki. tubuhmu lambat laun akan mulai sembuh dan luka bisa berangsur membaik seperti sedia kala. latahzan dik. Allah selalu ada pada hambanya yang taat dan sabar dalam menghadapi setiap cobaan yang diberikan." lanjutku
Semakin sayup matanya. mungkin dia sudah lelah. Lelah merasakan sakit dan beban pikiran.
Pagi ini matahari malu untuk menampakkan diri. Mendung menyelemuti bumi. Seakan langit sedang ikut bersedih. Aku tengok kekamar. Hasna sudah terbangun. Masya Allah... dia sedang berdzikir. rasa sakitnya dia tahan. meski masih sedikit terdengar rintihan saat dia bergerak. Aku kembali kedapur. Menyiapkan makanan untuknya.
"Masih sakit Na?"
"Lumayan mbak." dengan senyum tipis yang tetap merekah manis di sudut bibirnya yang masih lebab.
"Oh ya, hmmmm... pantasan si Hasan selalu menolak lamaran dari Ibu-ibu pengajian yang mengajukan putrinya ya... sambil ku goda dia, la wong menanti kamu dik. "
Ku coba membuat susana menjadi renyah.
Hati hasna pasti sangat sakit, ketika ayah yang dia hormati dan sayangi tega memukulnya demi harta dan kolega untuk sebuah bisnis. Hasna mungkin hampir mati jika dia tidak nekat lari dari ganasnya Ayah tiri.
(y)
BalasHapusmakasih kak nisa ^_^
BalasHapus