Label

Selasa, 01 November 2016

Terlanjur Sayang



Hatiku berduka. Sedih, menangis tiada henti. Entah ini mungkin yang namanya sudah terlanjur sayang. Ia bisa mengambil hatiku untuk menyayanginya. Ia mampu membuatku ingin selalu dekat dengannya. Tingkah dan kelucuan yang ia hadirkan membuatku meneteskan air mata saat kehilangannya. Dia  sudah menemani cukup lama. 

Pulang-pulang dikejutkan dengan teriakan anak kecil. tetanggaku yang suka mainan sama Mimi. Dia memanggil-manggil namaku.

“Mbak Ima … mbak Imaa … kucingnya mati.” Aku tidak begitu jelas mendengar teriakannya yang sambil berlari. Sebab aku masih berjalan mengendarai motor menuju rumah. Saat motor berhenti depan rumah, dikejutkan dengan Mimi yang terkapar tak bernyawa. Aku langsung diam sejenak. Kutahan tangisku. Segera kudekati dan kuelus-elus tubuhnya. Basah, mungkin basah oleh air kencingnya. Sebab tak jauh darinya kulihat kotorannya. Wajahnya berubah. Badannya masih lemas. Mungkin baru saja ia keracunan. Kalau aku melihat ia kejang mungkin aku tak sanggup menatapnya. Tak tega.

Bergegas aku mencari kain yang sudah tak terpakai namun masih bersih. Kubungkus ia. Kutinggalkan sejenak untuk shalat dhuhur. Setelah itu aku membungkusnya dengan plastic untuk mencari kebun tetangga yang lahannya kosong untuk menguburkannya. Alhamdulillah kudapatkan tempat untuk menguburkannya. Diberi kemudahan oleh Allah.

Banyak pelajaran yang aku dapatkan hari ini. kucing tidak akan makan sembarangan jika perut kenyang. Kesalahan yang ada dalam diri ini, aku belum memberi makan dengan kenyang. Aku dzalim padanya. Tak akan kuulangi. Sebab setiap hari jika perut kenyang ia akan tiduran atau berlari-lari mainan. Mencakar kursi bahkan bercanda dengan ibunya.

Dari tadi pagi aku sudah akan membelikan ikan pindang untuknya. Saat pulang sudah kubawakan ikan. Sayangnya, ia tak bisa menikmati lagi lezatnya ikan pindang. Mimi makannya tidak ribet. Makan tempe goreng, tahu putih, roti ia mau, kadang aku belikan makanan kucing malah ia tidak begitu suka. Makanya aku sayang sekali padanya. Suka mengikutiku setiap pagi di dapur. Mengeong berkali-kali. 

Setiap aku pergi kewarung mengikuti. Sampai pemilik warung hafal dengan Mimi. Saat aku pergi, dan motorku Nampak, ia berlari mendekat. Matanya lucu, bulunya halus. Sampai tetanggaku yang suka kucing pun ingin memilikinya, saking bersihnya Mimi. Mimi bersih sebab dirawat ibunya. Dijilat-jilat setiap hari. Setiap aku mandikan ia akan berontak. Tapi tetap aku siram dengan air hangat dan kuberi sampo supaya wangi.

Pikiranku menjadi terigat saat-saat bersamanya. Kugendong dalam pangkuanku, terkadang ia akan menjilat-jilat tanganku. Aku jadi tahu bagaimana lidah kucing. Ternyata kasar. Pernah aku terpikirkan kalau kasarnya lidahnya sebagai sisir sekaligus. Sebab ia akan menjilati bulunya dan menjadi rapi. :D :D

Tadi pagi, aku sudah merasakan aneh. namun tak paham jika hal ini akan terjadi. Mimi sempat mau muntah. Lalu aku bawa keluar dan kuelus bagian atas tubuhnya. Karena tak jadi muntah, aku angkat dan kupangku. Mimi … maafkan aku yang pernah dengan sengaja maupun tak sengaja dzalim padamu. Maafkan aku yang tidak bisa merawatmu dengan baik. Sekarang tinggal ibu kamu yang ada disampingku. Akan aku jaga ia dengan baik.  Semoga Allah mengampuni segala kesalahanku padamu.

Entah, ia meninggal karena keracunan jebakan tikus atau memang sudah ajalnya. Kematian … Tiada yang tahu kapan datang. menjadikan aku yang masih hidup ini untuk terus tiada henti intropeksi diri. Sudah baikah shalatku? Amalku dan segala perbuatanku? Membuatku semangat lagi untuk selalu tak akan menyerah mengejar cinta Allah. memohon padaNya ampunan. Maafkan aku Mimi. Semoga kita bertemu di surgaNya. Aku ikhlas melepasmu. Sebab kita hidup didunia ini memang hanya sementara.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar